Selama keadaan darurat kesehatan akibat COVID-19, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta berkomitmen untuk terus melayani warga untuk mendapatkan keadilan. Kami ingin seluruh warga mengetahui informasi penting ini.

 

LBH Jakarta Tetap Membuka Layanan Konsultasi dan Bantuan Hukum

Meskipun kantor fisik kami ditutup untuk mendukung upaya pencegahan penyebaran COVID-19, kami tetap membuka layanan bantuan hukum dari jarak jauh.

Warga yang membutuhkan bantuan hukum dapat menghubungi kami di nomor telepon: 085954634051 atau email: [email protected];

TANYA-JAWAB (Q&A) SEPUTAR HAL-HAL YANG HARUS WARGA KETAHUI DALAM STATUS “PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR/PSBB”

Pemerintah Pusat Indonesia dan Pemerintah Daerah DKI Jakarta telah mengambil salah satu opsi dari sekian tindakan kekerantinaan kesehatan, yakni dengan menetapkan kebijakan “Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)” secara penuh per-tanggal 10 April 2020. Kebijakan tersebut selain diharapkan dapat mencegah potensi penyebaran virus COVID-19, juga bakal berimplikasi pada adanya pembatasan-pembatasan dalam kehidupan warga, khususnya warga yang tinggal wilayah DKI Jakarta.

Untuk itu LBH Jakarta mencoba untuk memberitahu lewat lembar tanya-jawab ini terkait beberapa hal mengenai kewajiban dan hak anda selaku warga yang harus diketahui dalam situasi PSBB ini.

APA ITU PSBB/PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR?

PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi. Ia merupakan bagian dari respons Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.

APA SAJA KEWAJIBAN WARGA DALAM STATUS PSBB?

Setiap warga/penduduk wajib untuk:

  • melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS);
  • menggunakan masker di luar rumah
  • ikut serta, mematuhi dan melaksanakan seluruh aturan pembatasan dalam lingkup PSBB yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat Indonesia dan Pemerintah Daerah DKI Jakarta

Dalam hal penanganan Corona Virus Disease (COVID-19), setiap warga/penduduk wajib:

  • mengikuti testing dan pemeriksaan sampel untuk Corona Virus Disease (COVID-19) dalam penyelidikan epidemiologi (contact tracing) apabila telah ditetapkan untuk diperiksa oleh petugas;
  • melakukan isolasi mandiri di tempat tinggal dan/atau shelter maupun perawatan di rumah sakit sesuai rekomendasi tenaga kesehatan;
  • melaporkan kepada tenaga kesehatan apabila diri sendiri dan/atau keluarganya terpapar Corona Virus Disease (COVID- 19).

LINGKUP KEGIATAN APA SAJA YANG DIBATASI OLEH KEBIJAKAN PSBB?

Ada beberapa lingkup kegiatan yang dibatas lewat kebijakan PSBB khususnya di wilayah DKI Jakarta, yang mencakup:

1. Pelaksanaan pembelajaran di Sekolah dan/atau institusi pendidikan lainnya

Aktivitas kegiatan belajar mengajar langsung di sekolah/kampus/institusi pendidikan lainnya dihentikan, dan digantikan dengan melakukan pembelajaran di rumah/tempat tinggal masing-masing melalui metode pembelajaran jarak jauh.

Adapun institusi pendidikan yang dimaksud dan dikenakan pembatasan mencakup: semua jenis jenjang sekolah, lembaga pendidikan tinggi, lembaga pelatihan, lembaga penelitian, lembaga pembinaan, dan lembaga sejenisnya.

2. Aktivitas bekerja di tempat kerja

Aktivitas bekerja di kantor/tempat kerja dihentikan untuk sementara waktu, namun digantikan dengan aktivitas bekerja di rumah/tempat tinggal.

3. Kegiatan keagamaan di rumah ibadah

Aktivitas keagamaan di rumah ibadah atau di tempat tertentu dihentikan untuk sementara waktu. Selama penghentian, kegiatan keagamaan dilakukan di rumah warga masing-masing. Namun untuk kegiatan penanda waktu ibadah seperti adzan, lonceng, dan/atau penanda waktu lainnya dilaksanakan seperti biasa.

4. Kegiatan di tempat atau fasilitas umum; 

Penduduk dilarang melakukan kegiatan dengan jumlah lebih dari 5 (lima) orang di tempat atau fasilitas umum. Pengelola tempat atau fasilitas umum wajib menutup sementara tempat atau fasilitas umum untuk kegiatan penduduk selama pemberlakuan PSBB.

5. Kegiatan sosial dan budaya

Selama pemberlakuan PSBB, dilakukan penghentian sementara atas kegiatan sosial dan budaya yang menimbulkan kerumunan orang. Adapun kegiatan sosial budaya yang dilarang, mencakup kegiatan yang bertema/berlatar belakang: politik; olahraga; hiburan; akademik; dan budaya.

6. Pergerakan orang dan barang menggunakan moda transportasi.

Selama pemberlakuan PSBB, semua kegiatan pergerakan orang dan/atau barang dihentikan sementara, kecuali untuk: pemenuhan kebutuhan pokok, dan kegiatan yang diperbolehkan selama pemberlakuan PSBB.

ADAKAH PENGECUALIAN KHUSUS BAGI PELAKSANAAN AKTIVITAS/KEGIATAN TERTENTU SAAT KONDISI PSBB?

Dari masing-masing 6 (enam) lingkup aktivitas yang dibatasi tersebut, ada kegiatan-kegiatan yang dikecualikan dari pembatasan sosial, yang dimana kegiatan tersebut tetap dapat dilaksanakan oleh warga namun dengan syarat-syarat dan kondisi tertentu.

1. Pengecualian pembatasan kegiatan dalam lingkup pendidikan

Kegiatan-kegiatan yang tetap dapat dilaksanakan dengan syarat dan kondisi tertentu di lingkup pendidikan mencakup: Kegiatan di lembaga pendidikan, pelatihan, penelitian yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan.

Namun begitu upaya pencegahan penyebaran Corona Virus Disease (COVID19) di lembaga pendidikan yang dikecualikan ini wajib dilakukan, dengan cara membersihkan dan melakukan disinfeksi sarana dan prasarana lembaga, dan menerapkan protokol pencegahan penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19) bagi pendidik dan tenaga kependidikan lainnya di lembaga tersebut.

2. Pengecualian pembatasan kegiatan dalam lingkup pekerjaan

Aktivitas/kegiatan perkantoran tetap berjalan seperti biasa dengan syarat adanya mekanisme protokol pencegahan penularan virus COVID-19, yang perkantorannya mencakup pada sektor:

a. seluruh kantor/instansi pemerintahan, baik pusat maupun daerah berdasarkan pengaturan dari kementerian terkait;

b. kantor Perwakilan Negara Asing dan/atau Organisasi Internasional dalam menjalankan fungsi diplomatik dan konsuler serta fungsi lainnya sesuai ketentuan hukum internasional;

c. Badan Usaha Milik Negara/Daerah yang turut serta dalam penanganan Corona Virus Disease (COVID-19) dan/atau dalam pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat mengikuti pengaturan dari kementerian terkait dan/atau Pemerintah Provinsi DKI Jakarta;

d. pelaku usaha yang bergerak pada sektor:

  • kesehatan;
  • bahan pangan/ makanan/ minuman;
  • energi;
  • komunikasi dan teknologi informasi;
  • keuangan;
  • logistik;
  • perhotelan;
  • konstruksi;
  • industri strategis;
  • pelayanan dasar, utilitas publik dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu;
  • kebutuhan sehari-hari.

e. Organisasi kemasyarakatan lokal dan internasional yang bergerak pada sektor kebencanaan dan/atau sosial.

Meskipun tetap mempekerjakan pekerjanya di kantor/lingkungan kerja dalam situasi kedaruratan kesehatan masyarakat akibat COVID-19, pimpinan tempat kerja dalam kategori sektor pekerjaan yang dikecualikan sebagaimana disebut di atas wajib melakukan:

a. pembatasan interaksi dalam aktivitas kerja;

b. pembatasan setiap orang yang mempunyai penyakit penyerta dan/atau kondisi yang dapat berakibat fatal apabila terpapar Corona Virus Disease (COVID-19) untuk melakukan kegiatan di tempat kerja, antara lain: 1. penderita tekanan darah tinggi; 2. pengidap penyakit jantung; 3. pengidap diabetes; 4. penderita penyakit paru-paru; 5. penderita kanker; 6. ibu hamil; dan 7. usia lebih dari 60 (enam puluh) tahun.

c. penerapan protokol pencegahan penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19) di tempat kerja, meliputi:

  1. memastikan tempat kerja selalu dalam keadaan bersih dan higienis; 
  2. memiliki kerjasama operasional perlindungan kesehatan dan pencegahan Corona Virus Disease (COVID-19) dengan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk tindakan darurat; 
  3. menyediakan vaksin, vitamin dan nutrisi tambahan guna meningkatkan imunitas pekerja; 
  4. melakukan disinfeksi secara berkala pada lantai, dinding dan perangkat bangunan tempat kerja; 
  5. melakukan deteksi dan pemantauan suhu tubuh karyawan yang memasuki tempat kerja serta memastikan karyawan yang bekerja di tempat kerja tidak sedang mengalami suhu tubuh diatas normal atau sakit; 
  6. mengharuskan cuci tangan dengan sabun dan/atau pembersih tangan (hand sanitizer) termasuk menyediakan fasilitas cuci tangan yang memadai dan mudah di akses pada tempat kerja; 
  7. menjaga jarak antar sesama karyawan (physical distancing) paling sedikit dalam rentang 1 (satu) meter; 
  8. melakukan penyebaran informasi serta anjuran/ himbauan pencegahan Corona Virus Disease (COVID-19) untuk disebarluaskan pada lokasi strategis di tempat kerja; dan 
  9. dalam hal ditemukan adanya karyawan di tempat kerja yang menjadi pasien dalam pengawasan, maka: 

a) aktivitas pekerjaan di tempat kerja harus dihentikan sementara paling sedikit 14 (empat belas) hari kerja; 

b) petugas medis dibantu satuan pengaman melakukan evakuasi dan penyemprotan disinfektan pada seluruh tempat, fasilitas dan peralatan kerja; dan 

c) penghentian sementara dilakukan hingga proses evakuasi dan penyemprotan disinfektan, serta pelaksanaan pemeriksaan kesehatan dan isolasi tenaga kerja yang pernah melakukan kontak fisik dengan tenaga kerja yang terpapar Corona Virus Disease (COVID-19) telah selesai.

 

Dalam Hal Lingkungan Kerja di Sektor Penyediaan Makanan

Sedangkan untuk perusahaan/unit usaha/unit pekerjaan yang melakukan kegiatan berbisnis dalam hal penyediaan makanan dan minuman, penanggungjawab restoran/ rumah makan/ usaha sejenis memiliki kewajiban untuk:

  1. membatasi layanan hanya untuk dibawa pulang secara langsung (take away), melalui pemesanan secara daring,dan/atau dengan fasilitas telepon/layanan antar; 
  2. menjaga jarak antrean berdiri maupun duduk paling sedikit 1 (satu) meter antar pelanggan; 
  3. menerapkan prinsip higiene sanitasi pangan dalam proses penanganan pangan sesuai ketentuan; 
  4. menyediakan alat bantu seperti sarung tangan dan/atau penjepit makanan untuk meminimalkan kontak langsung dengan makanan siap saji dalam proses persiapan, pengolahan dan penyajian;
  5. memastikan kecukupan proses pemanasan dalam pengolahan makanan sesuai standar; 
  6. melakukan pembersihan area kerja, fasilitas dan peralatan, khususnya yang memiliki permukaan yang bersentuhan langsung dengan makanan; 
  7. menyediakan tempat cuci tangan dengan sabun bagi pelanggan dan pegawai; 
  8. melarang bekerja karyawan yang sakit atau menunjukkan suhu tubuh diatas normal, batuk, pilek, diare dan sesak nafas; dan 
  9. mengharuskan bagi penjamah makanan menggunakan sarung tangan, masker kepala dan pakaian kerja sesuai pedoman keselamatan dan kesehatan kerja.

 

Dalam Hal Lingkungan Kerja Di Sektor Perhotelan

Untuk sektor kegiatan perhotelan/penginapan, penanggungjawab hotel wajib:

  1. menyediakan layanan khusus bagi tamu yang ingin melakukan isolasi mandiri; 
  2. membatasi tamu hanya dapat beraktivitas dalam kamar hotel dengan memanfaatkan layanan kamar (room service); 
  3. meniadakan aktivitas dan/ atau menutup fasilitas layanan hotel yang dapat menciptakan kerumunan orang dalam area hotel; 
  4. melarang tamu yang sakit atau menunjukan suhu tubuh diatas normal, batuk, pilek, diare dan sesak nafas untuk masuk hotel; dan 
  5. mengharuskan karyawan menggunakan masker, sarung tangan dan pakaian kerja sesuai pedoman keselamatan dan kesehatan kerja.

 

Dalam Hal Lingkungan Kerja Di Sektor Proyek Konstruksi

Dalam hal kegiatan konstruksi yang sedang berjalan dapat dilakukan dengan membatasi aktivitas pekerja hanya berada di kawasan proyek. Untuk itu, pemilik dan/ atau penyedia jasa pekerjaan konstruksi wajib:

  1. menunjuk penanggungjawab dalam pelaksanaan pencegahan Corona Virus Disease (COVID- 19) di kawasan proyek;
  2. membatasi aktivitas dan interaksi pekerja hanya dilakukan di dalam kawasan proyek; 
  3. menyediakan tempat tinggal dan kebutuhan hidup sehari-hari seluruh pekerja selama berada di kawasan proyek, 
  4. menyediakan ruang kesehatan di tempat kerja yang dilengkapi dengan sarana kesehatan yang memadai; 
  5. melarang setiap orang, baik pekerja maupun tamu, yang memiliki suhu badan di atas normal untuk berada di dalam lokasi kerja; 
  6. menyampaikan penjelasan, anjuran, kampanye, promosi teknik pencegahan Corona Virus Disease (COVID-19) dalam setiap kegiatan penyuluhan K3 pagi hari atau safety morning talk; dan 
  7. melakukan pemantauan secara berkala kesehatan pekerja selama berada di kawasan proyek.

 

3. Pengecualian pembatasan kegiatan dalam lingkup tempat dan fasilitas umum

Kegiatan/aktivitas yang tetap bisa dapat dilakukan dalam status PSBB di lingkup tempat dan fasilitas umum, sejauh kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka:

  1. memenuhi kebutuhan pokok dan/atau kebutuhan sehari-hari; dan
  2. melakukan kegiatan olahraga secara mandiri.

Adapun pemenuhan kebutuhan pokok mencakup kegiatan penyediaan, pengolahan, penyaluran dan/atau pengiriman: bahan pangan/makanan/minuman; energi; komunikasi dan teknologi informasi; keuangan, perbankan dan sistem pembayaran; dan/atau logistik

Sedangkan pemenuhan kebutuhan sehari-hari, mencakup: penyediaan barang retail di pasar rakyat, toko swalayan, berjenis minimarket, supermarket, hypermarket, perkulakan dan toko khusus baik yang berdiri sendiri maupun yang berada di pusat perbelanjaan; atau toko/warung kelontong, serta konsumsi jasa binatu (laundry).

Dalam menjalankan kegiatan usaha ini, pelaku usaha wajib mengikuti ketentuan pembatasan kegiatan dengan:

  1. mengutamakan pemesanan barang secara daring dan/atau jarak jauh dengan fasilitas layanan antar; 
  2. turut menjaga stabilitas ekonomi dan kemampuan daya beli konsumen barang dengan tidak menaikkan harga barang; 
  3. melakukan disinfeksi secara berkala pada tempat usaha; 
  4. melakukan deteksi dan pemantauan suhu tubuh karyawan dan konsumen yang memasuki pasar/ toko serta memastikan karyawan yang bekerja tidak sedang mengalami demam ringan atau sakit; 
  5. menerapkan pembatasan jarak antar sesama konsumen (physical distancing) yang datang ke pasar/toko paling sedikit dalam rentang 1 (satu) meter; 
  6. mewajibkan setiap karyawan untuk menggunakan pakaian kerja sesuai pedoman keselamatan dan kesehatan kerja; dan melaksanakan anjuran cuci tangan dengan sabun dan/atau pembersih tangan (hand sanitizer) termasuk menyediakan fasilitas cuci tangan yang memadai dan mudah diakses oleh konsumen dan karyawan.

Sedangkan untuk kegiatan olahraga mandiri, ia tetap dapat dilakukan oleh warga dalam situasi PSBB, namun dengan syarat: dilakukan secara mandiri dan tidak berkelompok, dan dilaksanakan secara terbatas pada area sekitar rumah tinggal.

 

4. Pengecualian pembatasan kegiatan dalam lingkup sosial-budaya

Kegiatan-kegiatan sosial-budaya yang tetap bisa dilaksanakan namun dengan syarat khusus tertentu dalam situasi PSBB mencakup:

  • khitan;
  • pernikahan; dan
  • pemakaman dan/ atau takziah kematian yang bukan karena Corona Virus Disease (COVID- 19).

Untuk pelaksanaan acara khitan, dilakukan dengan syarat:

  1. dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan;
  2. dihadiri oleh kalangan terbatas; 
  3. meniadakan acara perayaan yang mengundang keramaian; dan 
  4. menjaga jarak antar pihak yang hadir (physical distancing) paling sedikit dalam rentang 1 (satu) meter.

Sedangkan dalam hal pelaksanaan acara perkawinan, dilakukan dengan syarat:

  1. dilakukan di KUA dan/atau Kantor Catatan Sipil; 
  2. dihadiri oleh kalangan terbatas; 
  3. meniadakan acara resepsi pernikahan yang mengundang keramaian; dan 
  4. menjaga jarak antar pihak yang hadir (physical distancing) paling sedikit dalam rentang 1 (satu) meter.

Untuk pelaksanaan kegiatan pemakaman dan/atau takziah kematian yang bukan karena Corona Virus Disease (COVID- 19), dapat dilakukan dengan syarat:

  1. dilakukan di rumah duka; 
  2. dihadiri oleh kalangan terbatas; dan
  3. menjaga jarak antar pihak yang hadir (physical distancing) paling sedikit dalam rentang 1 (satu) meter.

 

5. Pengecualian pembatasan kegiatan dalam lingkup mobilitas-transportasi

Kegiatan mobilitas menggunakan moda transportasi dapat dilakukan dalam situasi PSBB, sejauh ia dilakukan dalam rangka:

  1. pemenuhan kebutuhan pokok;
  2. kegiatan yang diperbolehkan selama pemberlakuan PSBB.

APAKAH SELAMA STATUS PSBB, WARGA MASIH TETAP DAPAT BERLALU-LALANG MELAKUKAN PERJALANAN MENGGUNAKAN MODA TRANSPORTASI?

Pada dasarnya, warga masih bisa berlalu-lalang melakukan perjalanan menggunakan moda transportasi dalam status PSBB sejauh dalam rangka melakukan pemenuhan kebutuhan pokok maupun melakukan kegiatan yang diperbolehkan selama pemberlakuan status PSBB.

Adapun kendaraan yang diperbolehkan digunakan sebagai moda transportasi dalam situasi PSBB meliputi: kendaraan bermotor pribadi; angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum; dan angkutan perkeretaapian.

Meski begitu, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi dan dijalani warga dalam melakukan perjalanan ketika masih dalam status PSBB:

Bila anda menggunakan kendaraan mobil pribadi:

  1. digunakan hanya untuk pemenuhan kebutuhan pokok dan/atau aktivitas lain yang diperbolehkan selama PSBB; 
  2. melakukan disinfeksi kendaraan setelah selesai digunakan; 
  3. menggunakan masker di dalam kendaraan; 
  4. membatasi jumlah orang maksimal 50°/0 (lima puluh persen) dari kapasitas kendaraan; dan 
  5. tidak berkendara jika sedang mengalami suhu badan diatas normal atau sakit.

Bila anda menggunakan kendaraan sepeda motor pribadi:

  1. digunakan hanya untuk pemenuhan kebutuhan pokok dan/atau aktivitas lain yang diperbolehkan selama PSBB; 
  2. melakukan disinfeksi kendaraan dan atribut setelah selesai digunakan, 
  3. menggunakan masker dan sarung tangan; dan 
  4. tidak berkendara jika sedang mengalami suhu badan diatas normal atau sakit.

Bila anda menggunakan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum, angkutan perkeretaapian, dan/atau moda transportasi barang diwajibkan untuk:

  1. membatasi jumlah orang maksimal 50% (lima puluh persen) dari kapasitas angkutan; 
  2. membatasi jam operasional sesuai pengaturan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan/atau instansi terkait; 
  3. melakukan disinfeksi secara berkala moda transportasi yang digunakan; 
  4. melakukan deteksi dan pemantauan suhu tubuh petugas dan penumpang yang memasuki moda transportasi; 
  5. memastikan petugas dan penumpang moda transportasi tidak sedang mengalami suhu tubuh diatas normal atau sakit; dan 
  6. menjaga jarak antar penumpang (physical distancing) paling sedikit dalam rentang 1 (satu) meter.

 

Sedangkan bila anda menggunakan Angkutan roda dua berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang

APA SAJA HAK-HAK ANDA SEBAGAI WARGA YANG TERDAMPAK DALAM SITUASI PSBB?

Selama pemberlakuan PSBB, SETIAP WARGA/PENDUDUK DI PROVINSI DKI JAKARTA MEMPUNYAI HAK  yang sama untuk:

  • memperoleh perlakuan dan pelayanan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta;
  • mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis;
  • memperoleh data dan informasi publik seputar Corona Virus Disease (COVID-19);
  • kemudahan akses di dalam melakukan pengaduan seputar Corona Virus Disease (COVID-19);
  • pelayanan pemulasaraan dan pemakaman jenazah Corona Virus Disease (COVID-19) dan/atau terduga Corona Virus Disease (COVID- 19).

APAKAH KEBUTUHAN DASAR WARGA DIPENUHI OLEH PEMERINTAH DALAM SITUASI PSBB?

Ya, kebutuhan dasar warga (terutama warga yang rentan terdampak wabah pandemi COVID-19) dipenuhi oleh Pemerintah dalam situasi PSBB.

Sama halnya bila merujuk pada ketentuan Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 15 ayat 2 huruf b Undang-undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (“UU Kekarantinaan Kesehatan 2018”), disebutkan bahwa setiap Orang mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya.

Namun dalam konteks DKI Jakarta, pemberian kebutuhan dasar tersebut diberikan oleh Pemerintah kepada warga dalam bentuk bahan pokok dan/atau bantuan langsung lainnya yang mekanisme penyalurannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk Penetapan penerima bantuan sosial, ditetapkan dalam Keputusan Gubernur.

APAKAH ADA INSENTIF BAGI PEKERJA MAUPUN PELAKU USAHA YANG TERDAMPAK AKIBAT WABAH COVID-19 DALAM SITUASI PSBB?

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat memberikan insentif kepada Pelaku Usaha yang terdampak atas pelaksanaan PSBB.

Insentif ini diberikan dalam bentuk:

  • pengurangan pajak dan retribusi daerah bagi pelaku usaha;
  • pemberian bantuan sosial kepada karyawan yang terdampak atas pelaksanaan PSBB;
  • bantuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

APAKAH WARGA/MASYARAKAT DAPAT TERLIBAT BERPARTISIPASI DALAM UPAYA PEMANTUAN PELAKSANAAN PSBB?

Warga/masyarakat (baik itu warga individu, pengurus RT, maupun pengurus RW) dapat terlibat berpartisipasi dalam upaya pemantauan pelaksanaan PSBB.

Pemantauan pelaksanaan PSBB dilaporkan melalui kanal penanganan pengaduan masyarakat yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (ada 14 kanal pengaduan), yang antara lain: Aplikasi JAKI (Jakarta Kini), Twitter @DKIJakarta, Facebook DKI Jakarta,  Email [email protected], akun media sosial Gubernur DKI Jakarta, Website Pemprov DKI Jakarta, Aplikasi QLUE, Kantor Kelurahan, Kantor Kecamatan, Kantor Walikota, LAPOR 1708, Pendopo Balai Kota, hingga SMS 08111272206.

BILA HAK WARGA TIDAK TERPENUHI/DILANGGAR DALAM SITUASI KEDARURATAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN KONDISI PSBB, APA YANG BISA DILAKUKAN OLEH WARGA?

Bila warga tidak mendapatkan haknya atau haknya terlanggar selama status PSBB, sedangkan haknya tersebut telah dijamin oleh ketentuan peraturan hukum yang berlaku, warga dapat melakukan mekanisme pengaduan ke salah satu atau semua kanal pengaduan (dari 14 kanal pengaduan) yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Selain itu, warga juga dapat melakukan pengaduan dengan dasar laporan dugaan maladministrasi ke Ombudsman RI, pelanggaran hak asasi manusia ke Komnas HAM, pelanggaran hak normatif pekerja ke Dinas Tenaga Kerja Provinsi DKI Jakarta, dan lainnya.

Atau warga juga dapat mengajukan laporan pengaduan ke Lembaga Bantuan Hukum Jakarta bila merasa hak-hak lainnya dilanggar selama kondisi PSBB melalui telepon: +6285954634051, atau email: [email protected]

HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN WARGA/PENDUDUK SELAMA PEMBERLAKUAN STATUS PSBB DI DKI JAKARTA

Apabila ada warga/penduduk DKI Jakarta, kelompok, maupun korporasi/perusahaan yang melakukan pelanggaran terhadap pelaksanaan PSBB, ia dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk sanksi pidana yang ada pada ketentuan Pasal 93 jo. Pasal 9 ayat 1 Undang-undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, yang menyatakan:

Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan 2018

Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 9 ayat 1 UU Kekarantinaan Kesehatan 2018

Setiap Orang wajib mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan

TANYA-JAWAB (Q&A) SEPUTAR PERMASALAHAN PEKERJA/BURUH DALAM SITUASI KEDARURATAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN PSBB AKIBAT WABAH PANDEMI VIRUS COVID-19

Adanya wabah pandemi virus COVID-19 telah menyebabkan berbagai macam persoalan serius di seluruh lini sektor kehidupan masyarakat, baik dalam persoalan ekonomi, sosial, politik, hingga ketenagakerjaan. Di Indonesia sendiri, wabah pandemi virus COVID-19 “telah memaksa pemerintah” untuk mengeluarkan kebijakan khusus dengan menghimbau penghentian sementara aktivitas-aktivitas yang menimbulkan kerumunan, seperti aktivitas pendidikan di sekolah, pekerjaan di perusahaan, kegiatan di ruang umum, hingga keagamaan di rumah ibadah.

Salah satu yang terdampak dari kebijakan khusus ini adalah perusahaan-perusahaan beserta pekerjanya. Meskipun sudah ada himbauan untuk bekerja dari rumah (Work from Home), namun bila merujuk pada berita serta fakta di lapangan, yang terjadi justru Perusahaan mengeluarkan beberapa kebijakan yang merugikan pekerja/buruh.

Kebijakan-kebijakan yang merugikan pekerja/buruh tersebut antara lain: (1) praktik unpaid leave (mencutikan pekerjanya, namun tidak dibayar), (2) pekerjanya dirumahkan, dan (3) PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) kepada pekerjanya secara sewenang-wenang.

Untuk itu, LBH Jakarta akan mencoba menjelaskan persoalan praktik-praktik perusahaan yang merugikan pekerja tersebut dalam lembar tanya-jawab sebagaimana berikut ini:

APAKAH PEKERJA YANG MENJADI ODP/ORANG DALAM PEMANTAUAN KARENA VIRUS COVID-19 DAN TIDAK BISA MASUK KERJA TETAP BERHAK MENDAPATKAN UPAH?

Pekerja yang kemudian menjadi Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pemantauan (PDP), SUSPECT, maupun positif sakit karena virus Covid-19 sehingga ia tidak dapat masuk kerja atau melakukan pekerjaan (baik di kantor maupun di rumah), upahnya tetap dibayarkan secara penuh sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Hal ini telah dinyatakan tegas dalam ketentuan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. M/3/HK.04/III/2020 tentang Pelindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19.

Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa bagi pekerja yang menjadi ODP, PDP, Suspect, maupun positif sakit karena COVID-19, diwajibkan untuk membuktikannya lewat Surat Keterangan dari Dokter.

BILA PERUSAHAAN TAK SANGGUP MEMBAYAR UPAH PEKERJA SESUAI STANDAR UMP (UPAH MINIMUM PROVINSI) DALAM SITUASI KEDARURATAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN PSBB AKIBAT WABAH PANDEMI VIRUS COVID-19, APA YANG HARUS DILAKUKAN?

Dalam beberapa kasus, Perusahaan merasa tidak sanggup membayar upah pekerjanya dalam situasi darurat kesehatan masyarakat, karena akibat pembatasan aktivitas di lingkup dunia ketenagakerjaan dan bisnis telah berdampak pada menurunnya omzet atau penghasilan keuntungan perusahaan. Bagi Perusahaan yang tidak sanggup membayar upah pekerja, tidak diperbolehkan untuk langsung serta merta mem-PHK pekerjanya atau tidak membayar upah pekerjanya.

Untuk mengatasi hal tersebut, perusahaan dapat mengajukan upaya penangguhan pembayaran upah sesuai UMP (Upah Minimum Provinsi) ke Gubernur. Mengenai upaya penangguhan upah oleh pihak perusahaan telah diatur dalam ketentuan Pasal 90 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP-231/MEN/2003 Tahun 2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum, dan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 42 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum Provinsi.

Ketentuan-ketentuan tersebut telah menyatakan secara jelas bilamana ada perusahaan tidak sanggup membayar upah pekerjanya sesuai dengan standar upah minimum, maka ia wajib membuktikannya dengan membuka Laporan Keuangan Perusahaannya dan mengajukan upaya penangguhan upah kepada Gubernur.

Bilamana upaya penangguhan upah tersebut disetujui, maka Gubernur akan menuangkannya dalam penetapan Keputusan Gubernur. Bila sudah ditetapkan dalam Keputusan Gubernur, maka Perusahaan dapat membayar upah pekerjanya di bawah standar Upah Minimum. Meski begitu, Perusahaan diwajibkan membayarkan selisih kekurangan pembayaran upah pekerja sesuai UMP tersebut di tahun berikutnya.

APAKAH “MERUMAHKAN” PEKERJA DIPERBOLEHKAN MENURUT HUKUM KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA?

Pada dasarnya, istilah “merumahkan pekerja” atau “pekerja yang dirumahkan” tidak dikenal dan tidak diatur dalam ketentuan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Meski begitu, dalam praktik dan beberapa kasus, ada pekerja yang “dirumahkan” (namun tidak di-PHK) oleh perusahaan dengan berbagai alasan, seperti karena perusahaan tidak bisa menjalankan produksi, perusahaan sedang melakukan restrukturisasi bisnis, hingga perusahaan sedang terkena krisis tertentu.

Untuk itu kemudian ada aturan khusus mengenai “pekerja yang dirumahkan”, yang mana ia diatur dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, yang antara lain:

1. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No: SE-05/M/BW/1998 tentang Upah Pekerja yang Dirumahkan Bukan Kearah Pemutusan Hubungan Kerja;

Yang mengatur:

  • Pengusaha tetap membayar upah secara penuh yaitu berupa upah pokok dan tunjangan tetap selama pekerja dirumahkan, kecuali diatur lain dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Kesepakatan Kerja Bersama
  • Apabila pengusaha akan membayar upah pekerja tidak secara penuh, agar dirundingkan dengan pihak serikat pekerja dan atau para pekerja mengenai besarnya upah selama dirumahkan.

2. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No : SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal

Yang mengatur :

Jika suatu perusahaan mengalami kesulitan yang dapat berpengaruh terhadap ketenagakerjaan, maka Pemutusan Hubungan Kerja haruslah merupakan upaya terakhir, setelah dilakukan berbagai upaya yakni:

  • Mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas;
  • Mengurangi Shift;
  • Mengurangi Jam Kerja;
  • Mengurangi Hari Kerja
  • Meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu.

Oleh karena itu, jika ada pekerja/buruh yang dirumahkan karena situasi kedaruratan kesehatan masyarakat akibat wabah pandemi virus Covid-19, pekerja/buruh yang dirumahkan tetap berhak  mendapatkan upah penuh atau pemotongan upah apabila telah disepakati oleh pihak perusahaan dan pekerja.

APAKAH PERUSAHAAN DAPAT MELAKUKAN PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) TERHADAP PEKERJA/BURUHNYA DALAM SITUASI KEDARURATAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN PSBB AKIBAT WABAH PANDEMI VIRUS COVID-19?

Pada dasarnya, perusahaan tidak boleh melakukan PHK terhadap Pekerja/Buruhnya secara sewenang-wenang dalam situasi apa pun, termasuk dalam situasi kedaruratan kesehatan masyarakat. Sebagaimana ketentuan Pasal 151 ayat 1 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah dinyatakan bahwa pihak perusahaan, serikat pekerja, maupun pekerja dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.

Namun bila PHK tidak dapat terhindarkan pada situasi kedaruratan kesehatan masyarakat akibat wabah pandemi virus COVID-19 dan tetap hendak dilakukan oleh perusahaan, baik dengan alasan: (1) “Force Majeure/Keadaan Memaksa yang di luar kehendak perusahaan/pekerja/serikat pekerja/negara/masyarakat”, maupun dengan alasan (2) “efesiensi”, maka perusahaan wajib untuk membuktikan alasan-alasan tersebut dengan adanya laporan keuangan selama 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik yang menunjukan adanya kerugian yang dialami oleh perusahaan.

Kewajiban perusahaan untuk membuktikan adanya kerugian tersebut telah diatur dalam ketentuan Pasal 164 ayat 1 dan ayat 2 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Bila perusahaan sudah mendapatkan bukti berupa adanya laporan keuangan selama 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik yang menunjukan adanya kerugian yang dialami oleh perusahaan, maka perusahaan dapat melakukan PHK terhadap pekerjanya dengan alasan “Force Majeure/Keadaan Memaksa”, dengan membuktikan terlebih dahulu jika peristiwa yang terjadi (yang menyebabkan adanya keadaan memaksa) tersebut bukanlah disebabkan kesalahannya dan berada di luar kuasa perusahaan.

Sedangkan dalam hal melakukan “Efisiensi”, perusahaan harus meletakkan PHK sebagai upaya terakhir. Hal ini merujuk pada ketentuan Pasal 164 ayat (3) Undang-undang No. 13 Tahun 2003 jo. Putusan Mahkamah Konsitusi No : 19/PUU-IX/2011 yang telah menyatakan:

Pengusaha hanya dapat mem-PHK buruh dengan alasan efisiensi yang mana harus dimaknai dengan Perusahaan Tutup Permanen atau Perusahaan tutup tidak untuk sementara waktu”.

Atas ketentuan di atas, Putusan Mahkamah Konsitusi No : 19/PUU-IX/2011 telah menyatakan bahwa PHK karena alasan efisiensi haruslah menjadi pilihan terakhir, setelah sebelumnya dilakukan upaya-upaya lain yakni :

  1. Mengurangi Upah dan Fasilitas Pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer dan direktur;
  2. Mengurangi Shift;
  3. Membatasi/ menghapuskan Kerja Lembur;
  4. Mengurangi jam kerja;
  5. Mengurangi hari kerja;
  6. Meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu
  7. Tidak atau memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya;
  8. Memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.

APA SAJA HAK-HAK PEKERJA YANG TERKENA PHK DENGAN ALASAN “FORCE MAJEURE/KEADAAN MEMAKSA” MAUPUN DENGAN ALASAN “EFISIENSI”?

Bila anda sebagai pekerja terkena PHK dengan alasan “Force Majeure/Keadaan Memaksa”, maka anda berhak untuk mendapatkan uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) Undang-undang Ketenagakerjaan 2003, uang penghargaan kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) Undang-undang Ketenagakerjaan 2003, dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4) Undang-undang Ketenagakerjaan 2003.

Namun bila anda sebagai pekerja terkena PHK dengan alasan “Efisiensi”, maka anda berhak untuk mendapatkan uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) Undang-undang Ketenagakerjaan 2003, uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) Undang-undang Ketenagakerjaan 2003, dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang-undang Ketenagakerjaan 2003.

APA YANG BISA ANDA LAKUKAN JIKA ANDA DI-PHK ATAU PUN HAK-HAK ANDA SEBAGAI PEKERJA DILANGGAR OLEH PERUSAHAAN DALAM SITUASI KEDARURATAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN PSBB AKIBAT WABAH PANDEMI VIRUS COVID-19?

Bila anda sebagai pekerja/buruh mengalami pelanggaran hak-hak pekerja oleh perusahaan dalam situasi kedaruratan kesehatan masyarakat dan PSBB akibat wabah pandemi virus COVID-19, maka anda dapat melakukan hal-hal berikut:

  1. Apabila anda sebagai pekerja/buruh mengalami PHK oleh perusahaan, maka anda dapat dengan segera melakukan inventarisir bukti-bukti yang menandakan bahwa anda adalah pekerja/buruh di perusahaan tersebut (seperti perjanjian kerja, slip upah, kartu tanda pekerja, dan sebagainya). Anda juga dapat meminta surat pemutusan hubungan kerja secara tertulis kepada pihak Perusahaan sebagai bukti pelengkap telah terjadinya PHK;
  2. Bila anda telah mendapatkan PHK dari perusahaan, anda dapat mengajukan surat tertulis untuk memohon agar tidak dilakukannya PHK maupun melakukan musyawarah bipartit agar tidak di-PHK dan tetap bekerja di perusahaan.

Namun bila anda memutuskan untuk menerima PHK tersebut, anda berhak atas Pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak (sebagaimana kalkulasi yang telah ditetapkan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan) dan juga mendapatkan sisa upah berdasarkan kontrak kerja. Bila perusahaan tidak serta merta langsung memberikan hak pesangon anda pasca PHK, anda dapat mengajukan musyawarah bipartit dengan perusahaan, mengajukan musyawarah tripartit Dinas Ketenagakerjaan, hingga mengajukan sengketa perselisihan PHK ke Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri;

  1. Bila anda mengalami pelanggaran hak-hak pekerja (seperti upah tidak dibayarkan, mendapatkan upah di bawah standar Upah Minimum, dipaksa bekerja tanpa alat pengaman diri yang menjamin keselamatan diri, ataupun pelanggaran ketenagakerjaan lainnya), anda dapat melayangkan surat pengaduan ke perusahaan. Bila perusahaan tidak menanggapi surat pengaduan tersebut, anda dapat melapor ke bagian Pengawas Ketenagakerjaan pada Dinas Tenaga Kerja dimana wilayah perusahaan anda berada dengan subjek laporan: “Pelanggaran Hak Normatif Pekerja”;
  2. Selain melaporkan mengenai pelanggaran hak normatif pekerja ke bagian Pengawas Ketenagakerjaan pada Dinas Tenaga Kerja dimana wilayah perusahaan anda berada, anda juga dapat melakukan pelaporan pelanggaran hak asasi manusia (pelanggaran hak pekerja) ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia;
  3. Selain itu, anda juga dapat melapor dan berkonsultasi terkait permasalahan pelanggaran hak pekerja ke Pos Pengaduan Pekerja selama Covid-19 LBH Jakarta melalui email : [email protected]/ atau melalui telepon : 085954634051

TANYA-JAWAB (Q&A) SEPUTAR HAK LAYANAN KESEHATAN BAGI WARGA DALAM SITUASI WABAH PANDEMI VIRUS COVID-19

Dalam menghadapi situasi wabah pandemi virus COVID-19, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Daerah DKI Jakarta telah menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat dan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) demi mencegah penyebaran virus COVID-19 ini.

Meski begitu, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Daerah DKI Jakarta tetap memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk memenuhi hak warganya, yang salah satunya adalah pemenuhan hak warga atas layanan kesehatan.

Untuk mempermudah informasi dan pengetahuan warga terkait hak-hak layanan kesehatan, LBH Jakarta mencoba menguraikannya dalam bentuk dokumen Tanya-Jawab (Q&A) seputar hak layanan kesehatan bagi warga dalam situasi wabah pandemi COVID-19.

APA SAJA HAK ATAS KESEHATAN YANG ANDA MILIKI SEBAGAI WARGA NEGARA DI TENGAH KONDISI KEDARURATAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN PSBB AKIBAT WABAH PANDEMI VIRUS COVID-19?

Pemerintah saat ini telah menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) dan telah mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur teknis pelaksanaan PSBB ini di tengah-tengah kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat dan PSBB akibat wabah pandemi virus COVID-19.

Meski begitu, sebagai warga negara anda mendapatkan hak-hak akses layanan kesehatan yang setara, yang antara lain:

1. Masyarakat yang terindikasi terinfeksi COVID-19 berhak mendapatkan biaya pengobatan GRATIS.

Akan tetapi, apabila masyarakat ingin melakukan pemeriksaan/tes COVID-19 dengan tanpa indikasi, maka biaya tersebut ditanggung pribadi.

Hal ini diatur dalam ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan No. 59 Tahun 2016 tentang Pembebasan Biaya Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu

2. Hak mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis;

3. Pelayanan dari Pejabat Karantina Kesehatan yang meliputi:  (1) Penapisan; (2) Kartu Kewaspadaan Kesehatan; (3) Informasi tentang tata cara pencegahan dan pengobatan wabah; (4) Pengambilan spesimen/sampel; (5) Rujukan; dan (6) Isolasi;

4. Hak mendapatkan informasi Kekarantinaan Kesehatan sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan masuk dan/atau keluarnya kejadian dan/atau faktor risiko yang dapat menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat;

5. Hak mendapatkan ketersediaan (availability), aksesibilitas (accessibility), kualitas (quality), dan kesetaraan (equality) dalam hal layanan kesehatan

(sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Undang-undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Undang-undang No. 39 tahun 2009 tentang Kesehatan, dan instrumen hukum internasional lainnya)

BAGAIMANA SAYA DAPAT MENGAKSES HAK LAYANAN KESEHATAN TERSEBUT?

Kementerian Kesehatan menganjurkan masyarakat yang mengalami gejala ringan menyerupai COVID-19 untuk hotline COVID-19 dari  Kementrian Kesehatan 021-5210411 atau 081212123119 atau segera melakukan rapid test melalui Rumah Sakit Rujukan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah di masing-masing daerah/provinsi.

Bagi warga Jakarta yang membutuhkan informasi lebih lanjut terkait Pelayanan Kesehatan COVID-19 dapat mengakses https://corona.jakarta.go.id/id.

APABILA SAYA TIDAK MENDAPATKAN LAYANAN KESEHATAN SECARA MEMADAI, APA YANG BISA SAYA LAKUKAN?

Seperti yang kita tahu, hingga saat ini jumlah korban COVID-19 meningkat cukup pesat. Dan hal ini tidak didukung dengan fasilitas kesehatan yang memadai, repon pencegahan dan penanggulangan dari Pemerintah yang lambat, serta aksesibilitas fasilitas kesehatan yang sulit bagi masyarakat. Oleh sebab itu, ditengah pandemi COVID-19 ini, masyarakat dapat melakukan beberapa hal apabila mengalami Apabila Anda tidak mendapatkan akses atas layanan kesehatan, tidak mendapatkan kualitas pelayanan kesehatan sesuai standar, dan mengalami diskriminasi dalam pelayanan kesehatan:

  • Membuat Pelaporan/Pengaduan ke Instansi penyedia Layanan Kesehatan yang dimaksud (UU No.25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik)
  • Apabila dalam jangka waktu 14 hari kerja tidak juga direspon oleh Instansi terkait, maka Anda dapat melakukan pengaduan ke Ombudsman maupun lembaga pengawas layanan publik lainnya
  • Alternatif lain, Anda dapat mengirimkan pengaduan tersebut secara online ke lembaga-lembaga hukum dan sosial yang bergerak untuk membuka Posko Pengaduan terkait layanan kesehatan masyarakat sebagai pengawas eksternal (Pasal 21 UU No.25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik)

APAKAH LAYANAN KESEHATAN MENTAL TERSEDIA DALAM SITUASI KEDARURATAN KESEHATAN MASYARAKAT AKIBAT WABAH PANDEMI VIRUS COVID-19?

Menjalani masa Pandemi COVID-19 bukanlah hal yang mudah. Kesehatan mental menjadi perhatian penting yang tidak boleh dikesampingkan. Hingga saat ini, Pemerintah belum menyediakan bantuan layanan psikologis kepada masyarakat luas. Namun, beberapa yayasan dan lembaga non-pemerintahan yang fokus pada isu ini menyediakan layanan konseling gratis yang informasinya dapat diakses lebih lanjut pada link berikut :

  1. Into the Light Community: https://www.intothelightid.org/2020/04/06/mengakses-layanan-kesehatan-mental-selama-pandemi-virus-corona/
  2. WHO: https://www.who.int/docs/default-source/searo/indonesia/covid19/catatan-tentang-aspek-kesehatan-jiwa-dan-psikososial-wabah-covid-19-feb-2020-indonesian.pdf?sfvrsn=ebae5645_2

TANYA-JAWAB (Q&A) SEPUTAR HAK-HAK PEKERJA YANG TETAP BEKERJA DI LINGKUNGAN KANTOR/PERUSAHAAN SELAMA MASA KEDARURATAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN PSBB (PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR) AKIBAT WABAH PANDEMI COVID-19

Selama kondisi Pandemi COVID-19, beberapa perusahaan maupun instansi kedinasan lainnya (yang dikecualikan dari pembatasan aktivitas PSBB menurut aturan perundang-undangan yang ada) tetap mempekerjakan pekerja/pegawainya.  Namun untuk itu, ada beberapa hal yang harus diketahui oleh pekerja maupun perusahaan/instansi kedinasan bilamana tetap mempekerjakan pekerja/pegawainya di lingkungan perkantoran/perusahaan dalam situasi wabah pandemi COVID-19 seperti sekarang ini.

Untuk itu, LBH Jakarta mencoba menjelaskan informasi-informasi penting terkait persoalan pekerja/pegawai yang tetap bekerja di lingkungan perkantoran/perusahaan dalam situasi wabah pandemi COVID-19 melalui lembar tanya-jawab (Q&A) berikut ini:

APAKAH SELAMA PANDEMI COVID-19 SAYA TETAP HARUS BEKERJA?

Saat ini Indonesia telah mengeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.21 tahun 2020 yang memberlakukan penghentian semeentara aktvitas bekerja di tempat kerja/kantor dengan aktivitas bekerja di rumah/tempat tinggal.  

Namun dalam aturan tersebut terdapat beberapa pengecualian, yang mana hal ini diatur dalam Pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 9 tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)  yang mengatur beberapa jenis pekerjaan yang dikecualikan dalam Penghentian Sementara Aktivitas kerja diantaranya:

  1. Instansi TNI dan POLRI
  2. Bank Indonesia, Lembaga Keuangan dan Perbankan
  3. Pemadam Kebakaran
  4. Kantor Pos
  5. Utilitas Publik
  6. Pembangkit Listrik dan Unit Transmisi
  7. Pusat Informatika Nasional
  8. Rumah Tahanan Negara dan LAPAS
  9. Karantina Ikan, Hewan dan Tumbuhan
  10. Kantor Pajak
  11. Lembaga Manajemen Bencana dan Peringatan Dini
  12. UPT Pemeliharaan Kebun Binatang, Bibit dan Margasatwa
  13. UPT Panti Jompo dan Panti Sosial
  14. Toko Bahan Pokok, Warung, Restoran, Obat-obatan dan Bahan Bangunan
  15. Bank, Kantor Asuransi dan ATM
  16. Media Cetak dan Elektronik
  17. Penyedia Layanan Internet, Penyiaran dan Layanan Kabel, Layanan IT
  18. Penyedia Distribusi Logistik
  19. Pompa Bensin, Ritel LPG dan MIGAS
  20. Layanan Pembangkit Listrik
  21. Layanan Pasar Modal sesuai Ketentuan BEI
  22. Layanan Ekspedisi Barang dan Angkutan roda dua berbasis aplikasi
  23. Layanan Penyimpanan dan Gudang Penyimpanan Dingin
  24. Layanan Keamanan Pribadi

Sedangkan untuk di Jakarta sendiri berlaku Pasal 10 Peraturan Gubernur (Pergub) No. 33 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, yang mengecualikan kategori pekerjaan berikut dari PSBB, diantaranya :

  1. Instansi Pemerintahan
  2. Kantor Perwakilan Negara Asing/Organisasi Internasiona;
  3. BUMN/BUMD yang turut serta dalam penanganan COVID-19 dan/atau pemenuhan kebutuhan pokok Masyarakat
  4. Pelaku usaha dalam bidang :
    • kesehatan;
    • bahan pangan/ makanan/ minuman;
    • energi;
    • komunikasi dan teknologi informasi;
    • keuangan;
    • logistik;
    • perhotelan;
    • konstruksi;
    • industri strategis;
    • pelayanan dasar, utilitas publik dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu; dan/atau kebutuhan sehari-hari.

JIKA SAYA IBU HAMIL, APAKAH SAYA TETAP HARUS BEKERJA?

Dalam Pergub DKI Jakarta No.33 tahun 2020, terdapat pengecualian terhadap orang yang mempunyai penyakit penyerta dan/atau kondisi yang dapat berakibat fatal apabila terpapar Corona Virus Disease (COVID-19) untuk melakukan kegiatan di tempat kerja, antara lain:

  1. penderita tekanan darah tinggi;
  2. pengidap penyakit jantung;
  3. pengidap diabetes;
  4. penderita penyakit paru-paru;
  5. penderita kanker;
  6. ibu hamil; dan
  7. usia lebih dari 60 (enam puluh) tahun.

APA SAJA HAK DAN KEWAJIBAN SAYA SELAMA MASIH BEKERJA DI TENGAH SITUASI KEDARURATAN KESEHATAN MASYARAKAT AKIBAT WABAH PANDEMIC VIRUS COVID-19?

Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja telah mengatur bahwa Pengusaha WAJIB menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) kepada pekerja yang masih harus bekerja di tengah kondisi Pandemi COVID-19 ini.

Bilamana Alat Pelindung Diri (APD) bagi pekerja tersebut tidak memadai dalam menjamin kesehatan dan keselamatan kerja (tidak memenuhi ketentuan dan persyaratan), maka pekerja dapat menyatakan keberatan kerja kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung jawabkan. Hal ini telah dinyatakan tegas dalam ketentuan Pasal 12 Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Pasal 6 ayat (2) Permenaker No.Per.08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri (APD)

Artinya, apabila di tengah kondisi Darurat Kesehatan seperti masa wabah pandemi virus COVID-19 ini Pengusaha tidak menyediakan APD atau menyediakan APD yang tidak memadai dalam menjamin kesehatan dan keselamatan kerja (tidak memenuhi ketentuan dan persyaratan) kepada Pekerjanya, maka Pekerja/Buruh dapat menolak untuk bekerja.

 

Selain itu, Pekerja juga berhak atas:  

  1. tempat kerja yang bersih dan higienis;
  2. mendapatkan vaksin, vitamin dan nutrisi tambahan guna meningkatkan imunitas;
  3. disinfeksi secara berkala pada lantai, dinding dan perangkat bangunan tempat kerja;
  4. deteksi dan pemantauan suhu tubuh sebelum memasuki tempat kerja
  5. mendapatkan fasilitas cuci tangan yang memadai dan mudah di akses pada tempat kerja;
  6. memperoleh informasi serta anjuran/ himbauan pencegahan Corona Virus Disease (COVID-19) di tempat kerja

 

Dan Pekerja juga WAJIB untuk :

  1. cuci tangan dengan sabun dan/atau pembersih tangan (hand sanitizer);
  2. menjaga jarak antar sesama karyawan (physical distancing) paling sedikit dalam rentang 1 (satu) meter.

(sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Penanganan COVID-19 di Provinsi DKI Jakarta)

APA YANG DAPAT SAYA LAKUKAN JIKA PENGUSAHA TIDAK MENYEDIAKAN APD BAGI SAYA SELAKU PEKERJA?

Sebagaimana diatur oleh perundang-undangan bahwa Pengusaha wajib menyediakan APD dalam kondisi Pandemi COVID-19. Pandemi COVID-19 dapat dikategorikan sebagai Force Majeure atau Keadaan Memaksa karena merupakan kejadian yang tidak terduga, tak terhindari, tidak dapat dicegah. Meskipun peraturan perundang-undangan terkait COVID-19 tidak memberikan mandat spesifik terkait APD yang harus disediakan oleh Pengusaha, namun aturan ini akan diatur secara spesifik oleh masing-masing Provinsi/Daerah sebagaimana yang telah dilakukan oleh DKI Jakarta dalam penerapan PSBB.

Berdasarkan Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja telah diatur bahwa Pengusaha yang tidak menyediakan APD dapat diancam pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggitingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah)

Untuk itu, anda dapat melakukan beberapa hal sebagaimana berikut:

  1. Anda dapat menolak pekerjaan yang diberikan oleh Pengusaha apabila APD tidak disediakan ditengah kondisi COVID-19;
  2. Anda sebagai Pekerja/buruh dapat melapor kepada bagian Pengawas Ketenagakerjaan dan K3 Dinas Ketenagakerjaan maupun instansi Kepolisian setempat terkait dengan permasalahan APD/Alat Pelindung Diri yang tidak memadai maupun tidak disediakan oleh Perusahaan.
  3. Anda dapat melakukan mekanisme pengaduan ke salah satu atau semua kanal pengaduan (dari 14 kanal pengaduan) yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, terkait masalah APD ini.

Selain itu, anda juga dapat melapor dan berkonsultasi terkait permasalahan pelanggaran hak pekerja ke Pos Pengaduan Pekerja selama Covid-19 LBH Jakarta melalui email : [email protected]/ atau melalui telepon : 085954634051

BERSIKAP HATI-HATI DENGAN ADANYA PEMBERLAKUAN HUKUM PIDANA SAAT SITUASI KEDARURATAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN PSBB AKIBAT WABAH PANDEMI VIRUS COVID-19

Penetapan status PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di beberapa wilayah (salah satunya adalah wilayah DKI Jakarta) telah memberikan beberapa implikasi hukum selain kewajiban negara dalam memenuhi hak warganya, yang salah satunya adalah implikasi keberlakuan hukum pidana dalam situasi kekarantinaan kesehatan dan kedaruratan kesehatan masyarakat.

Kepolisian Republik Indonesia sendiri sejauh ini telah mengumumkan lewat beberapa Surat Telegramnya bahwa pihaknya akan melakukan penegakan hukum pidana secara aktif terhadap beberapa tindak pidana, seperti tindak pidana tidak patuh terhadap kekarantinaan kesehatan, tindak pidana penghinaan terhadap penguasa, tindak pidana penimbunan bahan kebutuhan pokok, tindak pidana wabah penyakit menular, tindak pidana penyebaran berita bohong, tindak pidana penjarahan, dan lain sebagainya.

Meskipun langkah Kepolisian tersebut sebenarnya kontraproduktif di saat-saat wabah pandemi COVID-19 ini (karena menciptakan kerumunan baru dan interaksi sosial tersendiri dalam rangka penegakan hukum pidana), namun ada baiknya warga untuk berhati-hati dan memperhatikan beberapa hal mengenai pemberlakuan penegakan hukum pidana ini oleh Kepolisian demi mencegah kriminalisasi terhadap warga secara berlebihan.

APAKAH ANDA DIPERBOLEHKAN KELUAR DARI RUMAH DAN MELAKUKAN PERJALANAN?

Anda diperbolehkan keluar dari rumah dan melakukan perjalanan sejauh untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan pokok dan melakukan aktivitas yang diperbolehkan (dikecualikan dari pembatasan) selama pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar

Namun anda diwajibkan untuk memakai masker/pelindung diri dari virus, pembersih kulit, dan lainnya, agar tidak mengalami penularan virus. Bila anda tidak menggunakan masker/pelindung diri dari virus, Kepolisian dapat memberhentikan anda bahkan menangkap anda dengan dasar tuduhan melakukan tindak pidana dengan tidak mematuhi kewajiban pelaksanaan kekarantinaan kesehatan.

APA YANG SEBAIKNYA ANDA LAKUKAN DALAM MENERIMA DAN MENGOLAH INFORMASI SEPUTAR COVID-19?

Dalam menerima dan mengolah informasi seputar COVID-19, sebaiknya anda melakukan cross-check (pemeriksaan ulang) terhadap informasi yang anda dapat kepada sumber-sumber tepercaya, seperti hasil riset universitas, WHO (World Health Organization), Kementerian Kesehatan, lembaga riset mandiri, dan lembaga-lembaga lainnya yang kredibel.

Anda wajib berhati-hati bila hendak men-share/membagikan informasi yang anda terima bila anda belum memeriksa kebenarannya, karena bila informasi yang anda bagikan kepada orang lain merupakan informasi bohong, anda dapat dijerat pasal tindak pidana penyebaran berita bohong oleh Kepolisian.

BAGAIMANA JIKA ANDA BERJUALAN DI TEMPAT ATAU FASILITAS UMUM, APAKAH ANDA DAPAT DIKENAKAN PIDANA?

Untuk wilayah DKI Jakarta, jika anda berjualan di tempat atau fasilitas umum untuk memenuhi kebutuhan pokok dan atau kebutuhan hidup sehari-hari anda tidak dapat dipidana oleh polisi, karena aktivitas anda merupakan aktivitas yang dikecualikan dalam Ketentuan Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Wilayah DKI Jakarta.

Namun ada baiknya anda melengkapi diri dengan masker atau alat pelindung diri dari virus COVID-19, serta tidak menerapkan konsumsi di tempat (bagi yang berjualan makanan) kepada konsumen. Konsumen dihimbau untuk hanya sekedar membeli di tempat dan mengkonsumsi barang jualan anda di rumah/tempat tinggalnya masing-masing.

APA YANG PERLU DIPERHATIKAN SAAT ANDA BERJUALAN BARANG KEBUTUHAN POKOK DALAM SITUASI KEDARURATAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN PSBB AKIBAT WABAH PANDEMI COVID-19?

Dalam situasi kedaruratan kesehatan masyarakat dan PSBB akibat wabah pandemi COVID-19, anda masih bisa berjualan barang kebutuhan pokok. Namun anda dilarang melakukan penimbunan maupun penggelembungan harga secara tidak wajar, karena bila anda melakukan hal tersebut, anda dapat ditangkap oleh Kepolisian dan diperkarakan dengan dasar tuduhan telah melakukan tindak pidana kejahatan penimbunan dan penggelembungan barang kebutuhan pokok yang telah diatur dalam ketentuan Undang-undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

APAKAH ANDA DAPAT DIPIDANA BILA ANDA BERKUMPUL/BERGEROMBOL DENGAN TEMAN-TEMAN?

Untuk wilayah DKI Jakarta, anda dilarang untuk berkumpul/bergerombol dengan teman-teman atau siapa pun dengan jumlah lebih dari 5 (lima) orang di tempat atau fasilitas umum. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB Di Wilayah DKI Jakarta.

Bila anda tidak mematuhi larangan ini, pihak Kepolisian dapat melarang hingga menangkap anda, karena dianggap melanggar ketentuan Pasal 93 jo. Pasal 9 ayat 1 Undang-undang Kekarantinaan Kesehatan 2018. Untuk itu lebih baik anda tidak berkumpul dan membuat kerumunan di tempat/fasilitas umum.

Namun anda tidak dapat dipidana bila Kepolisian menggunakan dasar hukum Pasal 212-Pasal 218 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Ketentuan Pasal tersebut hanya dapat diberlakukan kepada setiap orang yang berkerumun untuk menciptakan kerusuhan, keonaran, dan/atau kekacauan dan dilakukan dengan kekerasan dan/atau ancaman kekerasan, bukan kepada orang yang berkumpul dengan maksud dan kondisi damai.

APA YANG DAPAT ANDA LAKUKAN JIKA ANDA SEDANG BERKUMPUL ATAU BERJUALAN DI TEMPAT UMUM NAMUN DITANGKAP OLEH PIHAK KEPOLISIAN?

Bila anda ditangkap oleh pihak Kepolisian, padahal saat anda ditangkap anda sebenarnya sedang berjualan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari ataupun anda kebetulan berkumpul namun tidak lebih dari 5 (lima) orang, anda dapat mengajukan permohonan bantuan hukum ke Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) terdekat di Wilayah Jakarta untuk melakukan konsultasi dan meminta pendampingan hokum. Pengaduan diajukan secara online ke: 0859-5463-4051 atau [email protected]

Anda juga dapat memohon bantuan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia maupun Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) bila anda diperlakukan secara sewenang-wenang oleh Kepolisian berkenaan hal diatas tersebut.

APAKAH ANDA DAPAT MENGKRITIK KEBIJAKAN PEMERINTAH SEPUTAR PENANGANAN WABAH PANDEMI VIRUS COVID-19?

Pada dasarnya anda dapat mengkritik kebijakan Pemerintah seputar penanganan wabah pandemi virus COVID-19, karena itu merupakan bagian dari hak asasi manusia dan hak kewarganegaraan anda yang telah dijamin dalam UUD NRI 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, maupun Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik.

Namun sebelum melayangkan kritik, anda wajib melengkapi kritik anda tersebut dengan data-data akurat yang kredibel, bertanggungjawab, dan dapat dibuktikan kebenarannya. Kritik yang anda sampaikan haruslah objektif, akurat, dan berimbang, sehingga dapat mendorong upaya perbaikan tata kelola penanganan wabah pandemi virus COVID-19.

Selain itu, hindari tuduhan-penisbatan kata sifat negatif tertentu kepada aparat Pemerintah yang hendak anda tuju kritiknya, karena hingga saat ini Pemerintah Indonesia masih memberlakukan ketentuan Pasal 207 KUHP mengenai tindak pidana penghinaan pejabat pemerintah/penguasa umum. Bila anda menisbatkan kata-kata sifat yang negatif/jelek kepada aparat pemerintah tertentu, anda berpotensi ditangkap oleh Kepolisian dengan tuduhan melakukan tindak pidana penghinaan penguasa umum/pejabat pemerintah.

Meski begitu yang perlu diperhatikan, bahwa untuk sampai Kepolisian dapat memproses anda menggunakan ketentuan Pasal 207 KUHP, pejabat pemerintah yang merasa dihina harus mengadu dan melapor langsung ke Kepolisian, karena berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi RI delik ini termasuk delik aduan (bukan delik biasa), sehingga Kepolisian tak bisa serta merta dapat langsung memproses anda jika tidak ada aduan dari pejabat pemerintah yang bersangkutan.